Laporan IB Inseminasi Buatan ~ ShareYuk

Laporan IB Inseminasi Buatan

LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI REPRODUKSI TERNAK
(PROSESSING SPERMA SAPI)






Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Melulusi Mata Kuliah Teknologi Reproduksi Ternak Pada Jurusan Ilmu Peternakan
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam
Negeri Alauddin Makassar


Oleh :



RIFAL
NIM : 60700113025


LABORATORIUM PETERNAKAN
JURUSAN ILMU PETERNAKAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2015


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Reproduksi merupakan suatu proses perkembang biakan pada ternak yang diawali dengan bersatunya sel telur (Ovum) dengan sel mani (Sperma) sehingga terbentuk Zigot kemudian Embrio hingga Fetus dan diakhiri dengan apa yang disebut dengan kelahiran. Pada proses reproduksi ini menyangkut hewan betina dan jantan. Secara umum, proses reproduksi ini melibatkan dua hal yakni, sel telur atau yang biasa disebut dengan Ovum dan sel mani atau yang biasanya disebut dengan Sperma. Ovum sendiri dihasilkan olah ternak betina melalui proses ovulasi setelah melalui beberapa tahap perkembangan Folikel (secara umum disebut dengan proses Oogenesis yakni proses pembentukan sel telur atau Ovum), sedangkan Sperma diproduksi oleh ternak jantan melalui proses Spermatogenesis (proses pembentukan sel gamet jantan atau Sperma yang terjadi di dalam Testis tepatnya pada Tubulusseminiferus)  (Jaling, 2012).
Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu cara atau teknik untuk memasukkan mani (Sperma atau Semen) yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut 'insemination gun'. Inseminasi Buatan (IB) pada hewan peliharaan telah lama dilakukan sejak berabad-abad yang lampau. Perkawinan alami merupakan perkawinan dimana pejantan memancarkan Sperma langsung ke dalam alat reproduksi betina secara langsung, tanpa perantara alat buatan. Perkawinan terjadi secara alami dimana pejantan lebih agresif sedangkan betina bersifat Responsif (menunggu).  Namun terkadang perkawinan alami memiliki banyak kendala, seperti terbatasnya kemampuan pejantan dalam membuahi sejumlah betina, Motilitas Sperma yang dikeluarkan  pejantan saat perkawinan, respon betina yang terkadang mengeluarkan kembali Sperma yang telah masuk dan lain sebagainya, sebenarnya cara ini lebih efektif dan paling banyak dilakukan para peternak terutama masyarakat tradisional (Feradis, 2010).
Seiring perkembangan era glonalisasi juga berpengaruh terhadap teknologi reproduksi ternak dengan adanya kawin suntik atau sering di kenal dengan inseminasi buatan dengan alas an untuk mengefesienkan Sperma yang dihasilkan oleh seekor pejantan yang kemudian di proses menjadi bentuk yang di sebut Straw. Dengan alasan tersebut sehingga melatar belakangi diadakan praktikum prosessing Sperma agar selayaknya sebagai mahasiswa peternakan menguasai bagaimana proses pembuatan Straw yang dapat mengefesienkan penggunaan Sperma pejantan dalam waktu satu kali Ejakulasi.
B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam praktikum ini adalah bagaimana cara prosessing Sperma yang akan diproses menjadi Straw dalam teknologi Inseminasi Buatan?
C.    Tujuan Praktikum
Tujuan dalam praktikum ini adalah untuk mengetahui cara prosessing Sperma yang akan diproses menjadi Straw dalam teknologi Inseminasi Buatan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Gambaran Umum
Sapi potong asli Indonesia salah satunya adalah sapi Bali. Sapi Bali merupakan hasil domestikasi dari Banteng (Bibos banteng) habitat aslinya di pulau Bali. Sapi Bali (Bos sondaicus) telah mengalami proses domestikasi yang terjadi sebelum 3.500 SM di wilayah Pulau Jawa atau Bali dan Lombok. Penggolongan sapi ke dalam suatu bangsa (Breed) sapi, didasarkan atas sekumpulan persamaan karakteristik tersebut yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, mereka dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun masih dalam spesies yang sama. Karakteristik yang dimiliki tersebut akan diturunkan ke generasi berikutnya (Blakely dan Bade 1992)
Menurut Blakely dan Bade (1992) bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut:
Phylum            : Chordata
Subphylum      : Vertebrata
Class                : Mamalia
Sub class          : Theria
Infra Class       : Eutheria
Ordo                : Artiodactyla
Sub Ordo         : Ruminantia
Infra Prdo        : Pecora
Family             : Bovidae
Genus              : Bos (cattle)
Spesies             : Bos Javanicus (banteng/sapi Bali)
Proses terbentuknya suatu individu atau mahluk hidup berasal dari setes air mani sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. Al-mu’minun/ 23: 14 yang berbunyi :
¢OèO)$uZø)n=yzspxÿôÜZ9$#Zps)n=tæ$uZø)n=ysùsps)n=yèø9$#ZptóôÒãB$uZø)n=ysùsptóôÒßJø9$#$VJ»sàÏã$tRöq|¡s3sùzO»sàÏèø9$#$VJøtm:¢OèOçm»tRù't±Sr&$¸)ù=yztyz#uä4x8u$t7tFsùª!$#ß`|¡ômr&tûüÉ)Î=»sƒø:$#) (١٤)
Terjemahnya :
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.
Maksud dari ayat diatas menjelaskan bahwa proses terbentuknya individu baru berasal dari air mani yang mana bila pada ternak berasal dari Sperma ternak jantang yang kemudian membuahi Ovum hingga terbentuk segumpal daging hingga terbentuk suatu bentuk mahluk yang baru dengan melengkapi organ-organ yang sangat berfungsi untuk menunjang hidupnya.
Semen adalah sekresi kelamin jantan dan Epididimis serta kelenjar-kelenjar kelamin pelengkap (kelenjar Vesikularis) yang terdiri dari Spermatozoa dan Plasma Semen yang secara normal di Ejakulasi ke dalam saluran kelamin betina sewaktu Kopulasi, tetapi dapat pula ditampung dengan berbagai cara untuk keperluan inseminasi buatan. Spermatozoa adalah sel atau benih yang berasal dari sistem reproduksi jantan, sedangkan Plasma adalah air mani yang digunakan oleh Spermatozoa untuk tetap bergerak (Toelihere, 1985).
Pada Semen terdapat Plasma dan Spermatozoa. Fungsi utama Plasmasemen adalah sebagai medium pembawa Spermatozoa dari saluran reproduksi hewan jantan ke dalam saluran reproduksi hewan betina. Fungsi ini dapat dijalankan dengan baik karena pada banyak spesies Plasma Semen mengandung bahan-bahan penyangga dan makanan sebagai sumber energi bagi Spermatozoa baik yang dapat dipergunakan secara langsung (misalnya Fruktosa dan Sorbitol) maupun secara tidak langsung misalnya Gliseril fosforil colin (GPC) (Toelihere, 1993).
Faktor yang mempengaruhi kualitas Semen salah satunya adalah umur pejantan karena perkembangan Testis dan Spermatogenesis dipengaruhi oleh umur. Spermatogenesis adalah proses pembentukan Spermatozoa yang terjadi di dalam Tubuli seminiferi. Proses Spermatogenesis pada sapi berlangsung selama 55 hari dan berlangsung pertama kali ketika sapi berumur 10 sampai 12 bulan (Nuryadi, 2000).
Bangsa sapi Bos taurusmengalami dewasa kelamin lebih cepat bila dibandingkan dengan sapi Bos indicus. Persilangan dari dua bangsa sapi tersebut akan mencapai Pubertas pada umur yang sama dengan induknya. Bangsa sapi perah mempunyai Libido lebih tinggi dan menghasilkan Spermatozoa yang lebih banyak dibandingkan dengan sapi potong. Bangsa juga berpengaruh terhadap lingkar Scrotum yang berkorelasi positif dengan produksi dan kualitas Spermatozoa. Pengaruh Heatshock pada persentase Spermatozoa yang Motil pada Sapi Holstein lebih rendah dibandingkan bangsa sapi yang lain (Hafez, 2000).
Suhu lingkungan yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat mempengaruhi organ reproduksi ternak jantan. Hal ini menyebabkan fungsi Thermoregulatoris scrotum terganggu sehingga terjadi kegagalan pembentukan Spermatozoa dan penurunan produksi Spermatozoa. Pejantan yang di tempatkan pada ruangan yang panas mempunyai tingkat Fertilitas yang rendah. Hal ini disebabkan karena memburuknya kualitas Semen dan didapatkan 10% Spermatozoa yang Abnormal (Susilawati dkk, 1993).
Nutrisi sangat penting selama perkembangan sistem reproduksi sapi jantan muda. Meningkatkan jumlah nutrisi akan mempercepat Pubertas dan pertumbuhan tubuh. Makanan berpengaruh terhadap ukuran Testis pada ternak jantan. Makanan yang diberikan terlalu sedikit terutama pada periode sebelum masa Pubertas dicapai dapat menyebabkan perkembangan Testis dan kelenjar-kelenjar aksesoris terhambat dan dapat memperlambat dewasa kelamin. Pada ternak dewasa, kekurangan makanan dapat mengakibatkan gangguan fungsi fisiologis, baik padaTestis maupun pada kelenjar aksesorisnya dan dapat menurunkan Libido sehingga produksi Semen turun (Susilawati dkk, 1993).
B.     Gambaran  Khusus
Kualitas Semen yang baik harus melewati beberapa pemeriksaan antara lainpemeriksaan Makroskopis dan pemeriksaan Mikroskopis. Pemeriksaan Makroskopis meliputi : volume, warna, bau, konsistensi,dan derajat keasaman atau pH. Sedangkanuntuk pemeriksaan Mikroskopis meliputi : gerakan massa, gerakan individu, Motilitas, konsentrasi Spermatozoa serta prosentase hidup (Hardijanto Dkk, 2008).
1.      Evaluasi Makroskopis
Pemeriksaan secara Makroskopis merupakan pemeriksaan Semen secara langsung tanpa memerlukan alat bantu yang rumit. Sedangkan pemeriksaan Mikroskopis merupakan pemeriksaan yang bertujuan untuk melihat kondisi Semen lebih dalam lagi serta memerlukan alat bantu yang cukup lengkap. Evaluasi makroskopik meliputi volume, warna, bau, kekentalan dan pH Semen. (Kartasudjana, 2001).
a. Volume
Volume Semen yang tertampung dapat langsung terbaca pada tabung penampung Semen yang berskala. Semen sapi dan domba mempunyai volume rendah tetapi konsentrasi Sperma tinggi sehingga memperlihatkan warna krem atau warna susu. Semen kuda dan babi merupakan cairan yang lebih voluminous dan lebih putih karena konsentrasi Spermatozoa rendah. Volume Semen per Ejakulat berbeda menurut bangsa, umur, ukuran badan, tingkatan makanan, frekuensi penampungan dan berbagai faktor lain. Pada umumnya, hewan muda yang berukuran kecil dalam satu Spesies menghasilkan volume Semen yang rendah. Ejakulasi yang sering menyebabkan penurunan volume dan apabila dua Ejakulat diperoleh berturut-turut dalam waktu singkat maka umumnya Ejakulat yang kedua mempunyai volume yang lebih rendah. Volume Semen sapi antara 5-8 ml, domba 0,8-1,2 ml, babi 150-200 ml, dan kuda 60-100 ml. Volume rendah tidak merugikan tetapi apabila disertai dengan konsentrasi yang rendah akan membatasi jumlah Spermatozoa yang tersedia (Feradis, 2010).
b. Bau
Variabel pemeriksaan bau Semen jarang dilakukan karena tidak berhubungan dengan kualitas Spermatozoa. Umumnya bau Semen  dikategorikan sebagai bau khas (Herdis dan Rizal, 2008).
c. Warna
Semen sapi normal berwarna seperti susu atau krem keputih-putihan dan keruh. Kira-kira 10% sapi menghasilkan Semen yang normal dengan warna kekuning-kuningan yang disebabkan oleh Riboflavin yang dibawa oleh satu gen Autosomresesif dan tidak mempunyai pengaruh terhadap Fertilitas. Adanya kuman-kuman Pseudomonas aeruginosa di dalam Semen sapi dapat menyebabkan warna hijau kekuning-kuningan apabila Semen dibiarkan di suhu kamar. Gumpalan-gumpalan, bekuan dan kepingan-kepingan di dalam Semen menunjukkan adanya nanah yang umumnya berasal dari kelenjar-kelenjar pelengkap dari Ampula. Semen yang berwarna gelap sampai merah muda menandakan adanya darah segar dalam jumlah berbeda dan berasal dari saluran kelamin Uretra atau Penis. Warna kecoklatan menunjukkan adanya darah yang telah mengalami Dekomposisi. Warna coklat muda atau warna kehijau-hijauan menunjukkan kemungkinan kontaminasi dengan Feses (Feradis, 2010).
d. pH
Pada umumnya Sperma sangat aktif dan tahan hidup lama pada pH sekitar 7,0. Motilitaspartial dapat dipertahankan pada pH antara 5 sampai 10. Walaupun Sperma segera dimobiliser oleh kondisi-kondisi asam, pada beberapa spesies dapat dipulihkan kembali apabila pH dikembalikan ke netral dalam waktu satu jam. Sperma sapi dan domba yang menghasilkan asam laktat dalam jumlah yang tinggi dan metabolisme fruktosa Plasmaseminalis, sehingga penting untuk memberikan unsur penyangga seperti garam Phospat, Sitratbikarbonat di dalam medium (Toelihere, 1985).
e. Konsistensi
Konsistensi atau kekentalan Semen segar dilihat dengan cara memiringkan tabung Semen secara perlahan dan mengembalikan Semen koposisi semula sehingga dapat ditentukan apakah cairan Semen tersebut encer, sedang atau kental. Semen sapi dan domba mempunyai konsistensi kental berwarna krem, sedangkan Semen kuda dan babi cukup encer berwarna terang sampai kelabu. Semen cair berwarna atau hanya sedikit kekeruhan memiliki konsentrasi sekitar 100 juta sel Spermatozoa per ml dan yang jernih seperti air kurang dari 50 juta per ml. Konsistensi Semen tergantung pada rasio kandungan Spermatozoa dan Seminalplasma. Konsistensi adalah derajat kekentalan yang erat kaitanya dengan konsentrasi Spermatozoa (Feradis, 2010).
2.         Evaluasi Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis meliputi gerakan massa, gerakan individu, konsentrasi,  persentase  hidup  dan  mati  Spermatozoa  dan  Abnormalitas Spermatozoa (Kartasudjana, 2001).
a.       Pergerakan Massa
Spermatozoa dan pola metaboliknya yang khusus dengan dasar produksi energiSpermatozoa hidup dapat mendorong dirinya sendiri maju ke depan di dalam lingkungan zat cair. Motilitas telah sejak lama dikenal sebagai alat untuk memindahkan Spermatozoa melalui saluran reproduksi hewan betina. Transport kilat Spermatozoa dari serviks ke Infundibulum terjadi secara otomatis (meski padaSpermatozoa tidak Motil) karena rangsangan Oxitocyn, terhadap konsentrasi saluran reproduksi. Motilitas spermatozoa di dalam Infundibulum bertugas sebagai alat penyebaran Spermatozoa secara acak ke seluruh daerah saluran kelamin betina, dimana terdapat Ovum yang mampu dibuahi, jadi menjamin kepastian secara Static pertemuan Spermatozoa dengan Ovum. Faktor-faktor yang mempengaruhi Motilitas spermatozoa adalah umur Sperma, Maturasi (pematangan) Sperma, penyimpanan energi ATP (Adenosin Triphosfat), agen aktif, biofisik dan fisiologik, cairan Suspense dan adanya rangsangan hambatan (Hafez, 2000).
Menurut Salisbury dan Vandenmark (1985), yang menyatakan bahwa berdasarkan penilaian gerakan massa, kualitas Semen dapat ditentukan sebagai berikut:
1). Sangat baik (+++), terlihat gelombang-gelombang besar, banyak, gelap, tebaldan aktif bagaikan gumpalan awan hitam saat akan turun hujan yang bergerakcepat berpindah-pindah tempat.
2). Baik (++), bila terlihat gelombang-gelombang kecil, tipis, jarang, kurang jelasdan bergerak lamban.
3). Cukup (+), jika terlihat gelombang melainkan hanya gerakan-gerakan individual aktif progresif.
3). Buruk (N, Necrospermia atau 0), bila hanya sedikit atau tidak ada gerakan-gerakan individual.
b.    Motilitas
Kebanyakan peneliti menentukan kualitas Semen berdasarkan Motilitasspermatozoa dengan nilai 0 sampai 5; Spermatozoa motil atau tidak bergerak; gerakan berputar di tempat; gerakan berayun dan melingkar, kurang dari 50% bergerak progresif; antara 50%-80% bergerak progresif; pergerakan progresif yang gesit dan segera membentuk gelombang dengan 90% SpermaMotil; gerakan sangat progresif, menunjukkan 100% yang Motil aktif (Toelihere, 1979).
c.    Persentase hidup
Sperma yang hidup dapat diketahui dengan pengecatan atau pewarnaan dengan menggunakan Eosin. Eosin dapat dibuat dari serbuk Eosin yang dilarutkan dalam aquadest dengan konsentrasi 1 : 9.  Kemudian Sperma ditetesi dengan larutan Eosin dan diratakan, kemudian di angin-anginkan atau di Fiksasi dengan menggunakan spiritus, setelah itu dilihat di bawah mikroskop. Sperma yang tercat atau berwarna merah berarti Sperma itu mati, sedangkan yang tidak terwarnai atau tidak tercat berarti Sperma itu hidup (Mulyono, 1998).
Perbedaan afinitas zat warna antara sel-sel Sperma yang mati dan yang hidup digunakan untuk melindungi jumlah Sperma hidup secara objektif pada waktu Semen segar dicam pur dengan zat warna Eosin 2%. Sel-sel Sperma yang hidup tidak atau sedikit sekali menghisap warna sedangkan yang mati akan mengambil warna karena permeabilitas dinding meningkat sewaktu mati. Tujuan pewarnaan diferensial adalah untuk mengetahui persentase sel-sel Sperma yang mati dan yang hidup (Hafez, 1987).
Matinya Sperma disebabkan makin berkurangnya cadangan makanan dan makin tidak seimbangnya Elektrolit larutan akibat dari Metabolisme dari Sperma akhirnya Sperma mengalami kelelahan dan mati (Kusuma, 1990).
3.  Perhitungan Konsentrasi
Konsentrasi Sperma atau kandungan Sperma dalam setiap mililiter Semen merupakan salah satu parameter kualitas Semen yang sangat berguna untuk menentukan jumlah betina yang dapat di inseminasi menggunakan Semen tersebut. Penentuan konsentrasi Sperma dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu pendugaan melalui warna dan kekentalan Semen, jarak antar kepala Sperma, serta penghitugan menggunakan Haemacytometer dan kamar hitung Neubauer, Spektrofotometer dan perhitungan secara elektrik (Feradis, 2010).
4.  Perhitungan Pengencer
Sebelum Semen dibekukan, terlebih dahulu dilakukan penambahanpengencer dengan tujuan untuk memperbanyak volume Semen dan menunjang daya hidup Spermatozoa. Pengencer harus mengandung sumber energi untuk kelangsungan hidup Spermatozoa, unsur penyanggah bertekanan Osmosaisotonik, tidak meracuni Spermatozoa, dapat melindungi Spermatozoa dari pengaruh buruk pembekuan dan mengandung antibiotik untuk melindungi Semen dari Kontaminasi (Toelihere, 1985).
Pengenceran Semen selain menambah volume Semen juga berfungsi untuk melindungi dan memperpanjang hidup Spermatozoa. Pengencer Trisaminomethan kuning telur dibuat dengan komposisi bahan Tris (Hydroxymethil) aminomethan, asam sitrat, Raffinosa, Fruktosa, Laktosa, kuning telur Streptomycin, Penicillin danGliserol (Anonim, 1998).
5.  Equilibrasi
            Ekuilibrasi adalah waktu yang diperlukan Spermatozoa untuk beradaptasi dengan medium pengencer.Pada saat EkuilibrasiGliserol diberi kesempatan untuk memasuki sel Spermatozoa sebelum pembekuan agar kerusakan mekanis pada Spermatozoa dapat dihindari. Jika waktu Ekuilibrasi dilakukan dengan cepat maka air yang ada dalam sel akan keluar dalam jumlah sedikit sehingga belum mencapai tahap Ekuilibrium, dan apabila dilakukan dengan lambat sel akan mempunyai waktu yang cukup untuk mengeluarkan air dari dalam sel sehingga konsentrasi Intrasel meningkat akibatnya sel tidak mengalami pembentukan es Intraselular melainkan hanya terbentuk di luar sel (Feradis, 2010).
            Waktu Ekuilibrasi adalah waktu yang diperlukan Spermatozoa untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru yaitu bahan pengencer.Waktu Ekuilibrasi ini Gliserol diberi kesempatan untuk memasuki kepala Spermatozoa sebelum pembekuan agar kerusakan mekanis pada Spermatozoa dapat dihindari. Pembekuan Semen domba dan kambing masih bersifat percobaan dan waktu Equilibrasi pada domba dan kambing belum baku seperti pada sapi yang sudah baku yaitu 2 jam (Hardijanto dkk., 2010).
            Ekuilibrasi adalah periode yang diperlukan Spermatozoa sebelum pembekuan untuk menyesuaikan diri dengan pengencer supaya sewaktu pembekuan kematian Sperma yang berlebih-lebihan dapat dicegah. Ternyata persentase Sperma hidup pada waktu Ekuilibrasi singkat lebih sedikit bila dibandingkan dengan persentase Sperma hidup pada waktu Ekuilibrasi yang lebih panjang, hal ini disebabkan karena Spermatozoa banyak mengalami kematian akibat tekanan penurunan suhu secara cepat tanpa adanya waktu tepat untuk penyesuaian diri terhadap keadaan tersebut (Toelihere, 1979).
            Pengaturan waktu Ekuilibrasi diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada Gliserol untuk berdifusi ke dalam sel Sperma sampai keseimbangan antara konsentrasi Gliserol di dalam dan di luar sel tercapai. Waktu Ekuilibrasi yang optimal tergantung kepada jenis, bangsa dan individu pejantan.Ekuilibrasi selama 4 jam menghasilkan Motilitas sebesar 50,85% lebih tinggi dibandingkan dengan Ekuilibrasi selama 2 jam (39,17%) dan 6 jam (42,3%)(Herdis, Dkk, 1998).
6.  Filling, Sealing dan Freezing
            Filling & Sealing adalah proses pengisian Semen yang telah  diencerkan ke dalam Straw dengan menggunakan alat yang bekerja secara otomatis (mesin Filling & Sealing). Mesin tersebut secara otomatis memasukkan Semen cair sebanyak 0,25 cc ke dalam Straw dan menutup ujung Straw dengan sumbat lab. Proses ini dilakukan di dalam Cool top (Feradis, 2010).
            Proses Freezing merupakan proses penurunan suhu secara bertahap (secaraGradual) atau pembekuan uap N2 cair sebelum mencapai N2 cair. Sebelum dimasukkan ke dalam N2 cair, Semen ditempatkan di atas permukaan N2 cair yang bersuhu ±-1100C selama 9 menit. Tujuan pembekuan uap N2 cair (secara Gradual) tersebut untuk menekan angka kematian Spermatozoa, agar Spermatozoa dapat beradaptasi dengan suhu dingin. Setelah itu Semen dapat dibekukan dengan menempatkan Semen di dalam N2 cair dan disimpan dalam Container (Feradis, 2010).
7. Thawing
            Metode Thawing semen beku menjadi salah satu faktor yang sangat menentukan karena Thawing semen beku merupakan prosedur yang paling penting dalam inseminasi buatan. Hal ini dikarenakan penggunaan metode Thawing yang tidak tepat akan menyebabkan kerusakan Spermatozoa sehingga menurunkan kualitas Semen. Di lain pihak metode Thawing di beberapa pustaka sangat beragam sehingga mengakibatkan penggunaan metode Thawing di lapangan sangat beragam pula. Untuk menghasilkan kualitas Semen yang baik. Direktorat Jenderal Peternakan membuat standarisasi metode Thawing yaitu penggunaan air suhu 37°C selama 30 detik. Namun, factor kemudahan pelaksanaan menjadi pertimbangan inseminator dalam pelaksanaan Thawing. Beberapa metode Thawing yang dilaksanakan di lapangan antara lain penggunaan air es, penggunaan air sumur, penggunaan es lilin dan penggunaan pelepah pisang (Samsudewa dan Suryawijaya, 2008).




BAB III
METODE PRAKTIKUM
A.    Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat dilaksanakannya praktikum pada hari Selasa tanggal 17 November 2015 pukul 10.30-15.30 WITA dan bertempat di Laboratorium Ilmu Peternakan, Jurusan Ilmu Peternakan, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
B.     Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut :
1.     Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah Deck glass, Gelas Ukur, Hemocytemeter, Karet, Korek Api,  Lemari pendingin, Mikroskop, Ministraw, Object glass, plastik Glove, Pinset, pipet tetes, rak tabung, Spiritus, Spoit, Spatula, tabung penampung Spermatozoa, tabung reaksi dan Vagina buatan.
2.     Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Alkohol, Aquadest, air hangat,NaCl, kertas pH, sapi betina, sapi jantan, straw, tissue dan Vaselin (pelicin).



C.    Prosedur Kerja
Prosedur kerja dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.    Penampungan Sperma
a.    Menyiapkan alat dan bahan.
b.    Merangkai Vagina buatan dengan tabung penampung Semen, yang dihubungkan dengan karet gelang pada bagian ujung Vagina buatan disisi yang tidak mengembang.
c.    Setelah rangkaian Vagina buatan siap, membuka tutup lubang pengisi air pada Vagina buatan, lalu mengisi air hangat ke dalam Vagina buatan.
d.   Memberi udara pada Vagina buatan dengan meniup bagian lubang udara sehingga bagian ujung mengembang dan diperoleh kondisi seperti Vagina alami.
e.    Menutup perlahan-lahan lubang udara Vagina buatan agar udara tidak keluar kembali.
f.     Mengoleskan vaseline ke dalam liang Vagina buatan.
g.    Membersihkan pejantan yang akan diambil Semennya, guna membersihkan bulu disekitar alat kelamin dan mencuci Preputium.
h.    Menyiapkan sapi betina untuk jadi pemancing dalam pengambilan Semen
i.      Merangsang pejantan dengan cara memutar-mutar pejantan
j.      Menampung Semen agar pejantan tidak sampai menaiki betina dengan tangan kiri Colector memegang Preputium, SementaraPenis diarahkan ke Vagina buatan yang dipegang dengan tangan kanan dan disususul dengan tekanan kedepan dan Ejakulasi.
k.    Memasan pasang penutup tabung penampung agar Sperma tidak terkena sinar matahari secara langsung.
2.    Pemeriksaaan Spermatozoa
a.    Uji Makroskopis (Warna, pH, Bau, Kekentalan)
     1). Uji Warna
a)        Menyediakan alat dan bahan
b)        Menampung Sperma dalam tabung penampung Sperma
c)        Mengamati secara langsung warna Sperma dengan mata telanjang
d)       Mencatat warna Sperma
     2). Uji pH
a)        Menyediakan alat dan bahan.
b)        Meneteskan setetes Sperma disebarkan secara merata diatas kertas pH (kisaran pH 6,4 sampai pH 8).
c)        Menunggu beberapa detik  kemudian warna daerah  yang dibasahi akan merata.
d)       Membandingkan kertas pH yang telah ditetesi Sperma dengan kertas Kalibrasi untuk di baca pH nya.
e)        Mencatat hasil uji pH
       3). Uji Bau
a)      Menyediakan alat dan bahan
b)      Mengamati secara langsung bau Sperma yang telah di tampung
c)      Mencatat hasil bau yang didapat

       4). Uji Kekentalan
a)      Menyediakan alat dan bahan
b)      Mengamati secara langsung kekentalan Sperma yang telah ditampung
c)      Mencatat hasil bau
b.    Uji Mikroskopis (uji pergerakan massa, uji Motilitas, uji progresif, konsentrasi Sperma)
5). Uji Pergerakan Massa
a)      Menyiapakan alat dan bahan
b)      Mengambil Spermasapi dari Water bath.
c)      Menuangkan Sperma ke Object  glass 
d)     Mengamati pergerakan Spermadengan menggunakan Mikroskop.
6).Uji Motilitas
a)      Menyiapkan alat dan bahan
b)      Mengamati pergerakan Spermadengan menggunakan Mikroskop.
c)      Mencatat hasil pergerakan (Motilitas) yang didapat.
7). Uji progresif
a)      Menyiapkan alat dan bahan
b)      Mengambil Sperma menggunakan spoit sapi dari Water Bath.
c)      Menuangkan Speerma ke Object glass 
d)     Mengamati ProgresifSperma dengan menggunakan Mikroskop.
e)      Mencatat hasil Progresif Sperma yang didapat.


3.    Perhitungan Konsentrasi
a.       Menyiapkan alat dan bahan
b.      Mengambil Sperma sapi dari Water Bath.
c.       Menuangkan Sperma ke Object  glass 
d.      Mengamati dan menghitung konsetrasi Sperma dengan mengunakan rumus:
Konsentrasi=
e.         Mencatat Konsentrasi Sperma
4.    Perhitungan Pengenceran
a.       Menyiapkan alat dan bahan
b.      Mengambil 0,25 ml cairan Sperma ke dalam tabung reaksi dengan mengunakan spoit.
c.       Mengambil 1.75 ml larutan NaCl
d.      Membuat pengenceran dengan perbandingn 1 : 4.
5.    Ekuilibrasi
a.       Menyiapakan alat dan bahan
b.      Mengambil Sperma yang telah diencerkan dan memasukkan ke tabung reaksi
c.       Melakukan Ekuilibrasi pada suhu 5°Cselama 2 sampai 4 jam di dalam lemari pendingin.
6.    Sealing and Feeling
a.       Menyiapkan alat dan bahan
b.      Mengambil Sperma yang telah di Ekuilibrasi dari kulkas
c.       Mengisi Sperma ke dalam Straw dengan menggunakan spoit
d.      Menjepit Straw menggunakan pinset yang telah dipanaskan terlebih dahulu di atas bunsen. Proses ini dilakukan di lemari pendingin pada suhu 2-4°C selama 2-3 jam.
7.    Freezing
a.       Menyiapan alat dan bahan
b.      Memasukkan Straw yang telah berisi Sperma ke dalam freezer
c.       Menuggu sampai Straw siap digunakan seteleh dibekukan beberapa jam
8.    Thawing
a.    Menyiapkan alat dan bahan
b.    Mengambil Straw dari dalam frezeer
c.    Memasukkannya ke dalam Kontainer dengan suhu -1200C lalu suhu  -1960C.
d.   Mengambil Straw dari Container dan Mencelupkan Straw ke dalam baskom yang berisi air selama 7-18 detik dengan suhu 370C.
e.    Siap duganakan untuk Inseminasi Buatan
 
























Gambar 1. Diagram alir proessingSperma


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Hasil Pengamatan
1.      Penampungan Sperma
Sumber :  Laboratorium Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar 2015.

2.      Uji  Makroskopis
No
Gambar
Keterangan
1.
Uji volume, warna, kekentalan dan bau
2.
Uji keasaman (pH)
Sumber :  Laboratorium Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar 2015.
3.      Uji  Mikroskopis
a.       Pergerakan Massa
No
Gambar
Keterangan
1.
++ (warna awan gelap dan pergerakan lambat)
Sumber :  Laboratorium Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar 2015.

b.      Mortabilitas
No
Gambar
Keterangan
1.
Memperhatikan jumlah Spermatozoa yang bergerak ke depan 82% dengan tingkat motilitas sebesar 82%
Sumber :  Laboratorium Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar 2015.

4.      Perhitungan Konsentrasi
No
Gambar
Keterangan
1.
Konsentrasi=
Sumber :  Laboratorium Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar 2015.

5.      Perhitungan Pengencer
No
Gambar
Keterangan
1.




Pengenceran 1:4, 1 cc HCl dan 4 cc Aquadest
Sumber :  Laboratorium Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar 2015.

6.      Equilibrasi






Sumber :  Laboratorium Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar 2015.

7.      Uji Mikroskopis
No
Gambar
Keterangan
1.
Semua Spermatozoa mati atau tidak bergerak
Sumber :  Laboratorium Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar 2015
.
8.      Felling







Sumber :  Laboratorium Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar 2015.

9.      Sealing








Sumber :  Laboratorium Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar 2015.

10.  Frizzing





Sumber :  Laboratorium Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar 2015.


11.  Thawing




Sumber :  Laboratorium Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar 2015.

B.     Pembahasan
1.      Uji Makroskopis
Pada praktikum uji Makroskopis sperma yang diperhatikan ada5 kriteria yaitu: pH, volume, kekentalan, bau dan warna.
a.       pH
Sperma yang telah di tampung dan di uji tingkat keasamaannya menggunkan kertas lakmus menunjukkan bahwa Sperma tersebut dalam keadaan normal karena memiliki tingkat keasaman yang normal atau ph 7. Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1985), yang menyatakan bahwa Pada umumnya Sperma sangat aktif dan tahan hidup lama pada pH sekitar7,0.
b.      Volume
Volume Sperma yang telah di tampung dengan dengan menggunakan Vagina buatan memiliki volume 4 cc. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Feradis (2010), yang menyatakan bahwa volume Semen sapi antara 5-8 ml. Volume rendah tidak merugikan tetapi apabila disertai dengan konsentrasi yang rendah akan membatasi jumlah Spermatozoa yang tersedia. Ketidak sesuaian ini disebabkan karena pejantan yang di tampung Spermanya melewati batas normal penampungan Sperma di mana batas normal penampungan Sperma dalam 1 pejantan hanya minimal 2x/minggu untuk mendapatkan volume Sperma 5- 8 cc.
c.       Bau
Pada Sperma sapi yang kita amati memiliki bau khas Sperma. Hal ini sesuai dengan pendapat Herdis dan Rizal (2008), yang menyatakan bahwa  umumnya bau Semendikategorikan sebagai bau khas. Namun sebenarnya variabel pemeriksaan bau Semen jarang dilakukan karena tidak berhubungan dengan kualitas Spermatozoa.
d.      Warna
Pada Sperma sapi yang kita amati memiliki warna putih kekuningan tandanya Sperma tersebut memiliki kualitas yang baik tanpa adanya campuran zat lain yang mempengaruhi kualitas Sperma. Hal ini sesuai pendapat Feradis (2010), yang menyatakan bahwa Semen sapi normal berwarna seperti susu atau krem keputih-putihan dan keruh. Kira-kira 10% sapi menghasilkan Semen yang normal dengan warna kekuning-kuningan yang disebabkan oleh Riboflavin yang dibawa oleh satu gen Autosomresesif dan tidak mempunyai pengaruh terhadap Fertilitas. Adanya kuman-kuman Pseudomonas aeruginosa di dalam Semen sapi dapat menyebabkan warna hijau kekuning-kuningan apabila Semen dibiarkan di suhu kamar. Gumpalan-gumpalan, bekuan dan kepingan-kepingan di dalam Semen menunjukkan adanya nanah yang umumnya berasal dari kelenjar-kelenjar pelengkap dari ampula. Semen yang berwarna gelap sampai merah muda menandakan adanya darah segar dalam jumlah berbeda dan berasal dari saluran kelamin Uretra atau Penis. Warna kecoklatan menunjukkan adanya darah yang telah mengalami Dekomposisi. Warna coklat muda atau warna kehijau-hijauan menunjukkan kemungkinan Kontaminasi dengan Feses.
e.       Konsentrasi
Sperma yang di teliti memiliki konsistensi yang baik karena memiliki kekentalan yang baik maksudnya tidak cair. Hal ini sesuai pendapat Feradis (2010), yang yang menyatakan bahwa konsistensi atau kekentalan Semen segar Semen sapi dan domba mempunyai konsistensi kental berwarna krem, sedangkanSemen kuda dan babi cukup encer berwarna terang sampai kelabu. Semen cair berwarna atau hanya sedikit kekeruhan memiliki konsentrasi sekitar 100 juta sel Spermatozoa per ml dan yang jernih seperti air kurang dari 50 juta per ml. Konsistensi Semen tergantung pada rasio kandungan Spermatozoa danSeminalplasma. Konsistensi adalah derajat kekentalan yang erat kaitanya dengan konsentrasi Spermatozoa.
2.      Uji Mikroskopis
a.       Pergerakan Massa
Pergerakan massa Sperma yang diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 40 kali dapat terlihat jelas di mana bentuknya menggumpal  warna gelap seperti awan dengan pergerakan yang lambat sehingga pergerakan massa Sperma yang di amati di kategorikan baik(++) . Hal ini sesuai dengan pendapat Salisbury dan Vandenmark (1985), yang menyatakan bahwa baik (++), bila terlihat gelombang-gelombang kecil, tipis, jarang, kurang jelasdan bergerak lamban.
b.      Motilitas
Motilitas adalah pengamatan Sperma di bawah mikroskop dengan memperhatikan tingkat gerakan Sperma yang bergerak kedepan. Dalam pengujian ini di simpulkan bahwa tingkat Motilitas sperma yang di amati sekitar 82 % dengan alasan pergerakan Sperma yang gesit dan membentuk gelombang. Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1979), yang menyatakan bahwa kualitas Semen berdasarkan Motilitas spermatozoa dengan nilai 0 sampai 5 sebagai berikut: (0) Spermatozoa motilatau tidak bergerak; (1) gerakan berputar di tempat; (2) gerakan berayun danmelingkar, kurang dari 50% bergerak progresif; (3) antara 50%-80% bergerakprogresif; (4) pergerakan progresif yang gesit dan segera membentuk gelombangdengan 90% Spermamotil; (5) gerakan sangat progresif, menunjukkan 100% yangMotil aktif.
3.      Perhitungan Konsentrasi
Perhitungan konsentrasi pada penelitian kualitas Sperma sebelum di proses mengahasilkan kensentrasi 9,4 sehingga menjadi 9 dengan demikian dapat dikatakan 1 cc Sperma dan 8 cc pengencer. Nilai konsentrasi diperoleh dengan cara menghitung jumlah Sperma di bawah mikroskop dengan menggunakan metode pipet Haemacytometer. Hal ini sesuai dengan pedapat Feradis (2010), yang menyatakan bahwa perhitungan konsentrasi dapat dilakukan dengan menggunakan perhitungan di bawah mikroskop menggunakan pipet Haemacytometer.
4.      Perhitungan Pengencer
Perhitungan pengencer dilakukan dengan tujuan untuk memberikan makanan pada Spermatozoa dan juga untuk menambah volume Sperma, pengenceranyang digunakan pada pengujian ini adalah 2 : 8 dengan koefisien 2 NaCl dan 8 aquades namun karena alasan Sperma yang disediakan kurang sehingga dilakukan pengenceran ½. Maksudnya ½ cc Sperma di encernkan dengan 1 cc NaCl dan 4 cc aquades. Hal ini sesuai dengan pendapat Thoelihere (1985), yang menyatakan bahwa perhitungan pengencer menggunakan perbandingan 1: 4 di mana pengencer a 1 cc maka pengencer b 4 cc di mana pengencer tersebut mengandung energy untuk makanan Sperma.
5.      Equilibrasi
Equilibrasi di lakukan dengan tujuan untuk membuat Sperma untuk beradaptasi dengan lingkungan atau suhu sekitarnya. Equilibrasi pada Prosessingsperma kali ini menggunakan suhu 5 0C selama 2 jam sebelum dilakukan uji Mikoskopis selanjutnya. Waktu 2 jam di ambil dengan alasan dalam waktu 2 jam Sperma sapi sudah baku. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardijanto, Dkk (2010), yang menyatakan equlibrasi pada sapi yang sudah bEku yaitu 2 jam.
6.      Uji Mikroskopis
Uji Mikroskopis setelah dilakukan equilibrasi untuk dilakukan proses selanjutnya dengan mengamati pergerakan Sperma di bawah mikroskop dengan perbesaran 40 kali. Pada pengujian ini Sperma yang diamati tidak terjadi pergerakan sehingga pada proses yang seutuhnya atau pada dasarnya proses seharusnya di hentikan sampai dalam proses tersebut karena Sperma sudah rusak. Hal ini sesuai dengan pendapat Feradis (2010), yang menyatakan bahwa hasil uji Mikroskopis setelah equilibrasi harus >40% untuk proses selanjutnya jika >40% maka proses dihentikan atau jika dalam uji tidak terjadi pergerakan Sperma.
7.      Filling dan Sealing
Filling adalah proses pengisian Sperma ke dalam Straw yang dilakukan dalam suhu 5 0C dengan tujuan untuk tetap mempertahankan kondisi Sperma yang masih baik atau hidup. Sealing adalah peoses pengepresan ujung Straw yang telah dilakukan felling yang dilakukan dalam coolbox 5 0C. Hal ini sesuai dengan pendapat Feradis (2010), yang menyatakan bahwa Filling & Sealing adalah proses pengisian Semen yang telah diencerkan ke dalam Straw dengan menggunakan alat yang bekerja secara otomatis (mesin Filling & Sealing). Mesin tersebut secara otomatis memasukkan Semen cair sebanyak 0,25 cc ke dalam Straw dan menutup ujung Straw dengan sumbat lab. Proses ini dilakukan di dalam Cool top/Coolbox.
8.      Freezzing
            Freezzing adalah penurunan suhu secara drastis pada Sperma dari 5 0C menjadi -120  0C pada proses ini di lakukan pada Container yang berisi N2 cair di mana posisi Straw berada 5 cm di atas N2 cair agar Sperma yang ada dalam Straw tidak Shock terhadap suhu yang disekitarnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Feradis (2010), yang meyatakan bahwa sebelum dimasukkan ke dalam N2 cair, Semen ditempatkan di atas permukaan N2 cair yang bersuhu ±-110 0C selama 9 menit. Tujuan pembekuan uap N2 cair (secara Gradual) tersebut untuk menekan angka kematian Spermatozoa, agar Spermatozoa dapat beradaptasi dengan suhu dingin. Setelah itu Semen dapat dibekukan dengan menempatkan Semen di dalam N2 cair dan disimpan dalam container.
9.      Thawing
            Thawing adalah proses pengaktifan kembali Sperma yang telah Dorman dalam suhu N2 cair. Proses ini dilakukan dengan merendam Straw pada air suhu normal ruangan selama 15-20 detik. Hal ini sesuai dengan pendapat Samsudewa dan Suryawijaya (2008), yang menyatakan bahwa Direktorat Jenderal Peternakan yang membuat standarisasi metode Thawing yaitu penggunaan air suhu 37°C selama 30 detik. Namun, factor kemudahan pelaksanaan menjadi pertimbangan inseminator dalam pelaksanaan Thawing.


BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diasumsikan dalam praktikum ini adalahProsessingsperma dilakukan mulai dari proses penampungan Sperma, uji Makroskopis (pH, warna, volume, baud an konsistensi) dan Mikroskopissperma (Pergerakan massa dan Motilitas, di mana Motilitassperma yang bisa proses selanjutnya adalah <80% jika >80% maka proses Sperma tidak bisa di lanjutkan), perhitungan konsentrasi, perhitungan pengencer, Equilibrasi selama 2-4 jam, uji Mikroskopis setelah equilibrasi (Motilitas pada uji setelah Equlibrasi>40% maka Sperma tidak boleh di proses ke tahap selanjutnya), Filling dan Sealing dilakukan pada suhu 5 0C, Freezzing danThawing.
B.     Saran
Saran yang dapat diasumsikan dalam praktikum ini adalah sebaiknya dalam praktikum selanjutnya untuk menggunakan mikroskop yang bagus agar praktikum tidak terhambat.


DAFTAR PUSTAKA


Blakely, J. dan Bade, D. H. 1992. Ilmu Peternakan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Feradis, 2010.Bioteknologi reproduksi pada ternak. Bandung : Alfabeta.

Hafez, E. S. E. 1987. Reproduction in Farm Animal, 4th Edition, Lea and Fibiger. USA : Philadelfia.

Hafez and Bellin. 2000. Reproduction in Farm Animal (second edition). Washington : Washington State University Pullman
`
Hafez. 2003. Female Reproduction Organs of Animal Husbandry. Washington: Washington State University Pullman.

Hardjopranjoto. 2005. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University Press: Surabaya.

Haryanto. 1996. Pengawetan Telur Segar. Yogyakarta : Kanisius.

Jaling, Sitti. 2012. Ilmu Reproduksi Ternak. http:// ilmu-reproduksi-ternak.html. (9 November)
Mulyono, S. 1998. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Jakarta : Penebar Swadaya

Nuryadi. 2000. Dasar-Dasar Reproduksi Ternak. Malang : Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya,

Partodihardjo. 2002. Bandung : Teknologi Roproduksi Ternak Sapi. Tiga Serangkai:

Salisbury, G. W. and N. L. Van Denmark. 1985. Fisiologi dan Inseminasi Buatan pada Sapi (Physiologi and Artificial Insemination of Cattle). Yogyakarta : Diterjemahkan oleh Djanuar, R. Gajah Mada University Press.

Samsudewa dan Suryawijaya.2008. Pengaruh Berbagai Metode Thawing Terhadap Kualitas Semen Beku Sapim Jurnal Penelitian. Fakultas : Semarang  : Peternakan Universitas Diponegoro

Sarwono B. 1995. Pengawetan Telur dan Manfaatnya. Jakarta : Penebar Swadaya.
Sayoko Y, M Hartono, dan Silotonga PE. 2007. Faktorfaktor yan mempengaruhi persentase Spermatozoa hidup Semen beku sapi pada berbagai inseminator di Lampung Tengah. Kumpulan Abstrak Skripsi Jurusan Produksi Ternak.Fakultas Pertanian. Lampung :  Universitas Lampung.

Sudjana. 1996. Metode Statistik. Bandung: Tarsito.

Susilawati, Dkk. 1993. Kualitas Semen Sapi Fries Holland dan Sapi Bali pada berbagai Umur dan Berat Badan. Laporan Penelitian. Malang : Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.

Toelihere, M.R. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Bandung : Angkasa.
               , M.R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa. Bandung.


Previous
Next Post »