A. Pembahasan
1. Reaksi Biurey
Biurey adalah
senyawa dengan dua ikatan peptida
yang terbentuk pada pemanasan dua molekul urea Ion Cu2+ (dari
pereaksi biuret) dalam suasana basa
akan bereaksi dengan polipeptida atau
ikatan-ikatan peptida yang menyusun
protein membentuk senyawa kompleks berwarna ungu (violet). Reaksi biurey positif terhadap dua buah ikatan peptida atau lebih, tetapi
negatif untuk asam amino bebas atau dipeptida. Reaksi pun positif terhadap
senyawa-senyawa yang mengandung dua gugus -CH2NH2, -CSNH2,
-C(NH) NH2 dan –CONH2.
Pada percobaan ini
telur ayam ras, telur ayam buras
dan
telur itik ketika dicampurkan dengan NaOH
10% dan ditetesi CuSO4 0,5% menghasilkan
warna keunguan pada permukaan dan cairannya berwarna bening pada telur ayam
ras, ungu kebiruan pada permukaan dan cairan berwarna kuning keemasan pada ayam
buras dan ungu dan berbuih pada
permukaan dan cairan berwarna
putih
cerah pada telur itik.
Pada perobaan ini
terjadi perubahan warna pada masing-masing tabung. Hal ini sesuai dengan
pendapat Poedjiadi (1994), yang menyatakan bahwa, reaksi biurey positif
terhadap dua buah ikatan peptida atau lebih dinyatakan
sebagai protein.
2. Reaksi Ninhidrine
Semua asam amino-α bebas akan bereaksi dengan ninhidrin (triketohidrinden hidrat) membentuk aldehid dengan satu atom C lebih rendah dan melepaskan NH3
dan CO2. Di samping itu terbentuk senyawa kompleks berwarna biru,
namun prolin dan hidroksiprolin menghasilkan senyawa berwarna kuning yang diduga
disebabkan oleh 2 molekul ninhidrin
yang bereaksi dengan NH3 setelah asam amino tersebut dioksidasi.
Pada percobaan ini
telur ayam ras, telur ayam buras
dan telur itik ketika dicampurkan dengan ninhidrin
menghasilkan warna yang sama yaitu
merah muda pada permukaan dan gumpalan
berwarna putih kental. Kemudian dipanaskan dan didinginkan kembali menghasilkan
warna yang sama pula yaitu merah
muda yang keunguan dan terdapat endapan (kolagumen) hal ini tidak menunjukan
adanya asam amino. Albumin
membentuk warna merah muda/ungu karena dapat bereaksi dengan Ninhidrin.
Hasil ini menandakan ketiga zat uji
tersebut mempunyai gugus asam amino bebas. Hal ini sesuai dengan pendapat Santoso (2008) yang
menyatakan bahwa, semakin
banyak ninhidrin pada zat uji yang
dapat bereaksi, semakin pekat warnanya. Hal ini juga mendasari bahwa uji ninhidrin dapat digunakan untuk menentukan asam amino secara kuantitatif.
3. Percobaan Millon
Larutan
garam alkali dan garam divalent konsentrasi tinggi terhadap
sifat kelarutan protein. Pengaruh penambahan garam terhadap kelarutan protein
berbeda-beda, tergantung pada konsentrasi dan jumlah muatan ionnya dalam
larutan. Semakin tinggi konsentrasi dan jumlah
muatan ionnya, semakin efektif garam dalam mengendapkan protein.
Pada percobaan ini 2 ml larutan
protein ditambahkan 2-3 tetes reagens
millon pada ketiga tabung yang berisi
telur ayam ras, telur ayam buras dan telur itik, dan
semuanya
menghasilkan warna putih dan gumpalan putih pada permukan.
Berdasarkan
hasil yang didapatkan bahwa setiap tabung mengalami penggumpalan dan tidak
tercampur. Hal ini sesuai dengan pendapat Poedjiadi (1994) yang
menyatakan bahwa, protein menunjukan kesukaran untuk larut (koagulasi).
4. Percobaan
Xanthoprotein
Pada percobaan ini
telur ayam ras, telur ayam kampung dan telur itik dicampurkan dengan 1 ml HnO3 pekat menghasilkan warna kuning dan
terdapat koagulen berwarna putih pada
telur ayam ras dan ayam buras,
dan pada telur itik endapan putih dan terdapat bintik-bintik dan berwarna putih kuning. Setelah dipanaskan pada
telur ayam ras menghasilkan warna orange, endapan kuning cerah, pada telur ayam buras berwarna orange dan endapan terdapat diatas sedangkan telur
itik berwarna kuning dan terdapat endapan.
Setelah didinginkan dan ditambahkan 2-3 tetes NaOH 10% menghasilkan tetesan
berwarna orange serta terdapat gumpalan, hal ini positif karena protein menjadi
sukar larut (denaturasi).
Berdasarkan
pengamatan yang menunjukkan adanya perubahan warna pada masing-masing tabung
menjadi orange. Hal ini sesuai dengan pendapat Poedjiadi (1994), yang menyatakan
bahwa reaksi pada uji Xantoprotein
didasarkan pada nitrasi inti benzena
yang terdapat pada molekul protein. Jika protein yang mengandung cincin benzena (tirosin, triptofan dan fenilalanin) ditambahkan asam nitrat
pekat, maka akan terbentuk endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning
sewaktu dipanaskan. Senyawa nitro yang terbentuk dalam suasana basa akan
terionisasi dan warnanya berubah menjadi jingga/orange.
5. Prespitasi
Protein (Dengan Alkohol)
Uji pengendapan oleh alkohol
menunjukkan kandungan pH yang tinggi,
karena yang mengandung asam (ber-pH rendah) menunjukkan pengendapan protein.
Pada percobaan ini
telur ayam ras, telur ayam buras
dan telur itik yang telah diencerkan sebanyak 1 ml dicampurkan dengan tetesan alkohol 96% menghasilkan warna bening
jernih dan terdapat endapan,
setelah didiamkan selama 1 jam hasilnya endapan tetap ada.
Hasil yang
didapatkan sesuai dengan pendapat Santoso (2008) yang menatakan bahwa, pada protein, ujung C asam amino yang
terbuka dapat bereaksi dengan alkohol dalam suasana asam membentuk senyawa
protein ester. Pembentukan ester ini ditunjukkan
oleh adanya endapan yang terbentuk, dalam buffer asetat pH 4,7 menunjukkan adanya endapan.
6. Prespitasi Protein
(Dengan Asam Alkali Kuat)
a.
Percobaan Dengan Cincin Heller
Protein
bersifat amfoter, yaitu dapat bereaksi dengan larutan asam maupun basa.
Daya larut protein berbeda di dalam air, asam, dan basa. Sebagian ada yang mudah larut dan ada
pula yang sukar larut. Namun,
semua protein tidak larut dalam pelarut lemak seperti eter (kloroform). Apabila protein dipanaskan
atau ditambah dengan etanol absolute,
maka protein akan menggumpal (terkoagulasi).
Hal ini disebabkan etanol menarik
mantel air yang melingkupi molekul-molekul protein.
Pada
percobaan ini telur ayam ras, telur ayam buras dan telur itik setelah direaksikan dengan pencampuran 1 ml larutan protein
dengan 2 ml HNO3 pekat terjadi perubahan pada setiap tabung terlihat
endapan putih dan cairan kekuningan. Hal
ini disebabkan etanol menarik mantel
air yang melingkupi molekul-molekul protein Poedjadi (1994).
b.
Reaksi Robert
Pada
percobaan ini telur ayam ras, telur ayam buras dan telur itik
setelah direaksikan dengan
pencampuran 1 ml larutan protein dengan 2 ml HNO3 pekat (Robert)
terjadi perubahan pada telur ayam ras, telur ayam buras dan telur itik terdapat endapan putih dan warna cairan kuning
cerah.
Protein bersifat amfoter, yaitu
dapat bereaksi dengan larutan asam maupun basa. Daya larut protein berbeda di
dalam air, asam, dan basa. Sebagian
ada yang mudah larut dan ada pula yang sukar larut. Namun, semua protein tidak larut dalam
pelarut lemak seperti eter (kloroform).
Apabila protein dipanaskan atau ditambah dengan etanol absolute, maka protein akan menggumpal (terkoagulasi). Hal ini disebabkan etanol menarik mantel air yang melingkupi molekul-molekul protein Podjiadi (1994).
c.
Reaksi NaOH 40%
Protein bersifat amfoter,
yaitu dapat bereaksi dengan larutan asam maupun basa. Daya larut protein berbeda di dalam air,
asam, dan basa. Sebagian
ada yang mudah larut dan ada pula yang sukar larut. Namun, semua protein tidak larut dalam
pelarut lemak seperti eter (kloroform).
Apabila protein dipanaskan atau ditambah dengan etanol absolute, maka protein akan menggumpal (terkoagulasi). Hal ini disebabkan etanol menarik mantel air yang melingkupi molekul-molekul protein (Poedjiadi, 1994).
Pada percobaan ini telur ayam ras,
telur ayam buras
dan telur itik setelah direaksikan dengan pencampuran 1 ml larutan protein
dengan 2 ml NaOH 40% terjadi perubahan pada setiap tabung terlihat endapan putih berbuih dan berwarna bening.
7. Dengan
Logam-logam Berat
a.
HgCl 5%
Pada percobaan ini telur ayam ras,
telur ayam buras
dan telur itik setelah direaksikan dengan pencampuran 2 ml larutan protein
dengan 3 tetes larutan HgCl 5% terjadi perubahan pada telur ayam ras dan buras berwarna kuning dan terdapat
koagulen putih sedangkan pada itik terlihat berwarna putih dan koagulen putih.
Sebagian
besar protein dapat diendapkan dengan penambahan asam-asam organik seperti asam
pikrat, asam trikloro asetat
dan
asam sulfosalisilat. Penambahan
asam-asam menyebabkan terbentuknya garam proteinat
yang tidak larut. Kemudian,
protein dapat pula mengalami denaturasi irrevesibel dengan adanya
logam-logam berat (Santoso, 2008).
b.
AgNO3 2%
Sebagian
besar protein dapat diendapkan dengan penambahan asam-asam organik seperti asam
pikrat, asam trikloroasetat dan asam sulfosalisilat.
Pada percobaan ini telur ayam ras,
telur ayam buras
dan telur itik setelah direaksikan dengan pencampuran 2 ml larutan protein
dengan 3 tetes larutan AgNO3 2% terjadi perubahan pada telur ayam
ras dan buras
berwarna kuning dan terdapat
endapan
putih dalam jumlah sedikit sedangkan pada itik terlihat berwarna putih dan endapan putih dalam jumlah sedikit.
Hasil
tersebut sesuai dengan pendapat Santoso (2008) yang menyatakan bahwa, penambahan asam-asam dapat menyebabkan terbentuknya garam proteinat yang tidak larut. Kemudian, protein dapat pula mengalami denaturasi
irrevesibel dengan adanya logam-logam berat.
c. Pb-asetat
2%
Pada percobaan ini telur ayam ras,
telur ayam buras
dan telur itik setelah direaksikan dengan pencampuran 2 ml larutan protein
dengan 3 tetes larutan Pb-asetas 2% terjadi perubahan pada telur ayam ras dan buras berwarna kuning dan terdapat endapan putih serta gelembung sedangkan pada itik terlihat berwarna putih
dan endapan
putih serta gelembung.
Hal
ini sesuai dengan pendapat Santoso (2008) yang menyatakan bahwa, sebagian
besar protein dapat diendapkan dengan penambahan asam-asam organik seperti asam
pikrat, asam trikloroasetat dan asam sulfosalisilat. Penambahan
asam-asam menyebabkan terbentuknya garam proteinat
yang tidak larut. Kemudian,
protein dapat pula mengalami denaturasi irrevesibel dengan adanya
logam-logam berat.