Pakan Limbah Pertanian ~ ShareYuk

Pakan Limbah Pertanian

Daun dan pelepah kelapa sawit
Daun dan pelepah kelapa sawit merupakan salah satu bahan pakan ternak yang memiliki potensi yang cukup tinggi, akan tetapi kedua bahan pakan tersebut belum dimanfaatkan secara optimal oleh peternakan sapi. Produksi daun/pelepah dapat mencapai 10,5 ton pelepah kering/ha/tahun. Kandungan protein kasar pada kedua bahan pakan tersebut masing-masingnya mencapai 15% BK (daun) dan 2 – 4% BK (pelepah) (MATHIUS, 2003). Sementara itu, campuran kedua bahan pakan tersebut dapat meningkatkan kandungan protein menjadi 4,8%. ISHIDA dan HASAN (1997) melaporkan bahwa pelepah kelapa sawit mengandung protein kasar 1,9% BK; lemak 0,5% BK; dan lignin 17,4% BK, sedangkan daun mengandung protein kasar 14,8% BK; lemak 3,2% BK; dan lignin 27,6% BK. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa kedua bahan pakan tersebut mengandung lignin yang sangat tinggi dibandingkan dengan jerami padi yang hanya mengandung 13% BK. Tingginya kadar lignin di dalam pakan akan mengakibatkan rendahnya palatibilitas, nilai gizi dan daya cerna terhadap pakan (WINUGROHO dan MARIATI, 1999).Perlakuan pelepah/daun kelapa sawit dengan penambahan 8% NaOH dapat meningkatkan kecernaan bahan kering serat perasan dari 43,2 menjadi 58% (MATHIUS, 2003). Sementaraitu, nilai nutrisi pelepah sawit dapat ditingkatkan melalui amoniasi, penambahan molases, perlakuan alkali, pembuatan silase/pelet, perlakuan dengan tekanan uap yang tinggi dan secara enzimatis (WAN ZAHARI et al., 2003). Pemberian pakan daun kelapa sawit kepada sapi jantan dapat meningkatkan bobot badan sebesar 930 g/ekor/hari (MATHIUS, 2003).
Lumpur sawit dan bungkil inti sawit
Lumpur sawit dan bungkil inti sawit adalah hasil ikutan dari pengolahan minyak kelapa sawit. Dalam proses pengolahan minyak kelapa sawit dapat diperoleh rendemen sebesar 4 – 6% lumpur sawit dan 45% bungkil inti sawit dari tandan buah segar. Setiap hektar tanaman kelapa sawit dapat menghasilkan 840 – 1246 kg lumpur sawit dan 567 kg bungkil inti sawit. Bungkil inti sawit telah lama dimanfaatkan sebagai pakan ternak untuk ruminansia dan babi yang sedang dalam masa pertumbuhan (ARITONANG, 1984). Sebaliknya lumpur sawit belum dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Beberapa perkebunan kelapa sawit masih cenderung menebarkan lumpur sawit ke areal perkebunan yang digunakan sebagai pupuk. ARITONANG (1984) melaporkan bahwa nilai nutrisi lumpur sawit bervariasi terutama pada kandungan abu, serat kasar dan lemak (Tabel 5). Pemanfaatan limbah pengolahan hasil kelapa sawit sebagai ransum komplit komplit (100%) ataupun sebagai pakan penguat lainnya telah banyak dilakukan untuk ternak ruminansia. WONG dan ZAHARI (1992)

menyampaikan bahwa bungkit inti sawit dapat diberikan 50% untuk sapi dan 30% untuk domba. Sementara itu, JELAN et al. (1991) menyampaikan bahwa pemberian bungkil inti sawit hingga 85% dalam ransum sapi tidak berpengaruh terhadap pertambahan berat badan harian. Selanjutnya BATUBARA et al (2005) menambahkan bahwa penggunaan lumpur sawit sampai 30% dalam campuran dengan
bungkil inti sawit (70%) sebagai pakan suplemen dapat memberikan pertambahan
berat badan kambing jantan sekitar 54 – 62 g/ekor/hari dengan konversi pakan sebesar 8,1 – 9,4. Tabel 5 menunjukkan bahwa lumpur sawit mengandung protein kasar antara 12–14% dengan kadar air yang rendah (6,8%) sehingga kurang disukai ternak. Kandungan energi yang rendah dan kadar abu yang tinggi menyebabkan lumpur sawit tidak dapat digunakan secara tunggal tetapi harus dicampur dengan pakan lain. Untuk mengoptimalkan penggunan limbah pengolahan kelapa sawit yang berupa lumpur sawit dan bungkil inti sawit perlu memanfaatkan teknologi fermentasi dengan penambahan biostarter seperti Aspergillus niger.
Jerami jagung
Limbah agroindustri banyak tersedia dan beragam dalam jenis di daerah tropis yang
menjadi sumber utama untuk meningkatkan produktivitas ternak. Limbah jagung adalah salah satu contoh bahan baku pakan ternak yang tersedia di dalam negeri. Tabel 1 memperlihatkan bahwa total limbah jagung yang dihasilkan dari luas lahan 3,3 juta ha mencapai 11 juta ton per tahun. Namun limbah jagung yang dimanfaatkan sebagai bahan pakan atau pakan ternak hanya mencapai 5,2 juta ton atau sebanyak 50% dari total limbah yang dihasilkan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa limbah tanaman jagung belum dimanfaatkan secara optimal untuk pakan ternak, karena kualitas yang rendah dan mengandung serat kasar yang tinggi (27,8%).


Komposisi nutrisi dari jerami jagung sebagai bahan baku pakan ternak telah banyak dilaporkan (RANGKUTI dan DJAJANEGARA, 1983; SAONO dan SASTRAPADJA, 1999) Lokakarya Nasional Ketersediaan IPTEK dalam   ngendalian Penyakit Stategis pada Ternak Ruminansia Besar 105 sebagaiman terlihat pada Tabel 6. Untuk meningkatkan kualitas bahan pakan jerami jagung, maka diperlukan sentuhan teknologi fermentasi dengan menambahkan probiotik
yang mengandung mikroba untuk memecah serat kasar, agar dapat dicerna dengan baik oleh ternak  ATONDANG dan FADWIWATI (2005) melaporkan bahwa pemberian pakan jerami jagung yang difermentasi dapat mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan pertambahan berat badan sapi Bali.
Limbah tebu
Bagi negara tropis, tanaman tebu merupakan tanaman yang bersifat multiguna baik sebagai pangan manusia, pakan ternak dan bahan bakar untuk memasak (PRESTON and MURGUEITIO, 1992). Limbah utama dari tanaman tebu yang potensial untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak adalah pucuk tebu/daun, molases, ampas tebu dan
empulur (pith). Limbah tanaman cukup banyak tersedia di Indonesia dimana total luas lahan yang tersedia saat ini seluas 398.600 hektar dengan kapasitas produksi mencapai 1,9 juta ton tebu (Tabel 1). Dari total produksi tebu dapat dihasil limbah tanaman tebu sebanyak 1,8 juta ton/tahun. Namun limbah tanaman tebu belum dimanfaatkan secara optimal sebagai pakan ternak sebagaimana terlihat pada Tabel 1 bahwa hanya 262.724 ton limbah yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pucuk tebu merupakan limbah tanaman yang sangat potensial untuk digunakan sebagai pakan ternak. Pucuk tebu memiliki daya cerna (60–62%) lebih baik daripada jerami padi sebanyak 29-42% (SHARIF, 1984) yang dapat digunakan sebagai pengganti rumput gajah pada penggemukan sapi (MUSOFIE et al., 1981) karena kandungan gula terlarut dan mineral cukup tinggi (Tabel 7). O’DONOVAN (1970) melaporkan bahwa pemberian pucuk tebu pada sapi perah dan sapi potong dapat meningkatkan
pertambahan produksi susu sebesar 2 kg susu per hari pada sapi perah dan berat badan sebesar 0,25 kg/hari pada sapi potong. Sementara itu, pemberian pakan campuran pucuk tebu dan empulur (pith) meningkatkan pertambahan berat badan yang nyata dibandingkan dengan bila diberikan secara tunggal (DONEFER et al., 1975). Bagas adalah limbah hasil penggilingan tebu atau hasil ekstraksi sirup tebu. Limbah ini umumnya digunakan sebagai bahan bakar dalam industri gula. Namun, bagas merupakan pakan limbah yang berkualitas rendah karena mengandung kadar ligno-selulosa yang tinggi. Intake bagas dapat ditingkatkan bila dicampur dengan 55% molases dalam ransumnya. Karena bagas merupakan bahan pembawa yang baik untuk molases, maka ransum ini akan sangat bermanfaat bila diberikan kepada ternak pada level optimum sekitar 20–30% konsentrasi ransum. Nilai nutrisi bagas dapat ditingkatkan dengan perlakuan alkali atau pemanasan, sehingga karbohidrat mudah
dicerna oleh ternak (ILCA, 1979). Molases adalah tetes tebu yang umumnya digunakan sebagai sumber energi dan untuk meningkatkan palatibilitas pakan basal,
meningkatkan kandungan mineral Ca, P dan S, atau sebagai perekat dalam pembuatan pelet. Molases dapat memberikan hingga 80% energy metabolisibel untuk sapi potong dan pertambahan berat badan harian antara 0,7– 0,9/kg/hari pada saat persediaan rumput terbatas (PRESTON et al., 1987; ELIAS et al., 1968). Komposisi kandungan nutrisi limbah tanaman tebu tertera pada Tabel 7.





Previous
Next Post »